Tafakur jumat
(yang tertunda)
Ibrahim as sedang mbangun Ka'bah.
Tinggal kurang 1 "bata" lagi.
Ismail diminta mencari.
Dapat.
Bagus sekali.
Seperti akik, lebih besar sedikit dari kepala.
"Bagus sekali. Darimana ini?", tanya Ibrahim.
"Ada seseorang yang memberi."
Batu itu dari syurga.
Batu itu ikut menyaksikan perjanjian ruh pada Alloh.
"A lasTu bi Robbikum?"
"Balaa syahidnaa".
Dibawa Jibril untuk menghias Ka'bah.
Batu itu wangi, bawaan wangi syurga.
Siapa saja yang naik haji, apalagi bisa menyentuh dan menciumnya seperti yang dicontohkan Kanjeng Nabi saaw,
batu itu akan menjadi saksi, siapa saja telah mengunjunginya, dan
melantunkan talbiyah,
memenuhi janji balaa syahidnaa nya dulu.
*
Sekali waktu
Saat Muhammad masih remaja
Ka'bah dilanda banjir.
Berantakan.
Masyarakat membangunnya lagi.
Tinggal urusan menaruh kembali batu "akik" sekepala itu.
Geger, rebutan.
Ada yang menengahi.
Siapa besok pagi datang paling awal ke sini, dia paling berhak menaruhnya.
Esok paginya mereka berlomba datang pagi sekali.
Sudah ada yang mendahului.
Remaja Muhammad.
Semua sepakat, dia yang berhak menaruh batu akik sekepala itu.
Apa yang Muhammad lakukan?
Beliau ambil kain lebar.
Batu itu diletakkan di kain itu.
Semua ketua Kabilah diminta memegang sisi-sisi kain.
Lalu bersama membawa batu itu dekat tempatnya.
Lalu Muhammad meletakkan batu itu di tempatnya.
Semua puas.
(Siapa mengajari remaja Muhammad cara ini?
Padahal belum jadi Nabi?
Ya. Beliau sudah punya akhlaq agung bahkan sebelum jadi Nabi)
Umar bin Khattab naik haji.
Ikutan cium Hajar Aswad.
"Kamu batu. Andai tidak kulihat Nabi menciummu, aku tak kan menciummu."
Mungkin Umar belum tahu riwayat batu itu.
Andai tahu, kalimatnya mungkin beda.
Wa lLoohu a'lam
Bandung, 11 Syawal 1442H
alfaqir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar